Sylviana Murni Diperiks Bareskrim, Agus Meracau...
Jumat, 20 Januari 2017
Edit
![]() |
Agus Yudhoyono- Sylviana Murni |
Ketika Sylvi diduga korupsi terkait dana bansos kepada Kwarda Pramuka DKI tahun anggaran 2014 dan 2015, apakah Agus akan mungkin sepongah itu? Saya yakin tidak. Saya memprediksi bahwa Agus akan dengan legowo berkata, “Ya Mbak Sylvi harus menjalani pemeriksaan. Itu kan masih dugaan, bisa saja salah bisa benar. Biarlah hukum yang menentukan. Tidak ada yang kebal hukum di negeri ini!” Kan konpres pepo gitu Gus…
Eh ternyata tidak! Agus malah mulai ngeles. Agus malah menanggapi, “Saya menyayangkan saja, sepertinya kog dicari-cari sekali, sesuatu yang mengada-ada.” (sumber: kompas.com) Agus balik menuduh bahwa kasus Sylvi mengada-ada. Sehat lu Gus? Tuduhan ini sangat berbahaya. Secara tidak langsung, Agus menuduh lawan bahwa ada yang ingin menjegal dirinya melalui Sylvi, entah itu Ahok atau Anis.
Sekalipun ia mengatakan menghormati proses hukum tapi tetap berkomentar, “Kami berdua akan tetap memiliki semangat saat kami dipojokkan, dicari-cari kesalahan. Dan ingat, semakin kami dibegitukan, maka dukungan rakyat insya Allah semakin kuat kepada kami.” (sumber: kompas.com)
Nah sikap seperti ini persis sama seperti pepo, yang selalu menempatkan dirinya sebagai yang terzolimi. Padahal sudah jelas kadernya panen koruptor dan tentu pemasok koruptor (jadi heran, SBY membina kader partai untuk korupsi atau untuk demokrasi?).
Masuk akal memang Agus menggunakan taktik playing as victim (terzolimi). Anda tidak perlu heran atau gemes. Sebab pepo berhasil selama 10 tahun memerintah Indonesia selalu merasa terzolimi bila ada serangan kepadanya. Agus mengira bahwa taktik ini akan berhasil juga jika ia gunakan. Lu salah Gus…
Taktik ini adalah taktik jitu, tetapi hanya untuk pepo, bukan untuk Agus. Kenapa? Pertama, pepo sudah malang melintang di dunia militer. Kedua, pepo juga sudah malang melintang di dunia politik, sebagai menteri dan kemudian mendirikan partai. Jadi sangat tidak mungkin pentolan militer dan mantan menteri akan bersikap seolah terzolimi ketika mendapat serangan, pasti ia akan berang dan melawan. Masakan sih singa takut sama kucing? Maka bagi rakyat, ketika pepo merasa terzolimi, apalagi sambil konpres, itu pasti karena dia benar-benar dizolimi. Itulah kenapa selama 10 tahun taktik playing as victim-nya pepo selalu berhasil.
Tetapi ketika Agus menggunakan taktik playing as victim, tidak akan berhasil. Emangnya lu siapa Gus? Karir militer aja hanya mayor. Karir politik tidak ada. Lu masih O (nol) besar. Aduh Gus…. Gus…… Otak lu gak jalan kalau di politik. Maka ketika Agus seolah terzolimi, orang akan berkata, ‘Dasar, anak ingusan. Cengeng lu… Kemarin lu lompat, sekarang merengek. Cemen….’ Hahahaha…. Ngenesss…
Pesan untuk Agus. Seharusnya Agus bisa menarik hati para pemilih dengan menjunjung tinggi hukum. Warga Jakarta sudah terlanjur merasakan kegagahan Ahok dalam menghadapi kasus hukum, kasus penistaan pun dihadapi dengan tegar. Bahkan ketika dituduh korupsi pada pembelian Sumber Waras dan Reklamasi, dia malah menantang agar dirinya dilaporkan dan diproses. Maka hanya cagub, yang lebih gagah berani menghadapi tuduhan, yang pantas menjadi lawan Ahok. Jika Agus justru menantang agar Sylvi diproses hukum jika benar-benar korupsi, apalagi sudah dijanjikan fulus jutaan, maka warga akan merasa mendapat kandidat yang lebih beringas dari Ahok dan kemudian menjatuhkan pilihan pada Agus. Sikap tegas itu pula akan menepis prasangka negatif atas program 1 M, 5 juta, dan 50 juta itu.
Blunder Agus dan cuitan pepo
Sikap Agus di atas dapat dimaklumi, karena memang bukan dia pencipta taktik playing as victim, melainkan pepo. Tetapi sikap itu adalah langkah blunder sangat parah. Blunder ini akan menggembosi pundi-pundi suara Agus. Pemilih sekarang sadar bahwa pilihan mereka tidak lebih dari seorang anak ingusan, yang hanya boneka pepo.Dengan kenyataan ini, pasti para pengamat akan menantikan kemunculan pepo, yang dianggap sebagai desainer pencalonan Agus sekaligus backing. Tapi saya yakin pepo akan diam dalam kesunyian sambil twitter-an. Diamnya pepo, bukan diam emas, melainkan diam kegagalan. Sang pangeran ternyata tidak mengerti apa yang dia inginkan. Setelah semua amunisi sudah dikerahkan, sang pangeran malah menyia-nyiakannya. Ah…. Pepo mungkin sedang puk puk bantal., sambil ngetwitt: “Ya Allah, Tuhan YME. Negara kog begini. Dst….”
Diamnya pepo juga sangat dimaklumi. Jika ia sedikit saja bertindak, sebelum berdiri ia akan langsung dibumi hanguskan dari dunia politik Indonesia. Sebab Pak De sedang menunggu waktu yang tepat untuk menggilasnya. Lebih baik diam dan ngetwitt dari pada menderita kerugian lebih besar. Amunisi sudah tidak mungkin lagi reloaded. Kuda jantan (Rizieq) sudah kelelahan digoreng-goreng melalui kasus beruntun, yang mungkin sebentar lagi akan tersungkur; pion (BY) sudah jadi tersangka, yang sedang asyik di kursi pesakitan. Gudang senjata pepo sudah melompong Gus….
Gus…. Minum equil dulu, sambil makan sari roti, santai nonton metro tifu…. Biar gak nangis….
Agus-Sylvi sudah tamat. Kini tinggal Anis-Sandi dan Ahok-Djarot. Anis-Sandi tidak terlalu seksi sebagai lawan, tidak punya greget. Hanya bagai balon, sekali tiup akan terbang tinggi lalu panas oleh matahari dan kemudian meledak. Sementara Ahok-Djarot sudah mulai melejit. Demam tingginya sudah terkompres pelan-pelan pakai air hangat suam-suam kuku. Bahkan di media sosial, komentar terhadap kasus penistaan agama Ahok semakin positif, semakin banyak orang sadar kalau kasus Ahok mengada-ada. Jadi bukan Djarot yang bilang kasus Ahok mengada-ada loh yah, tidak seperti Agus. Ahok-Djarot waktunya memacu kuda agar kudanya gak sempat lebaran. E…e…e… a…
Gus… Selamat! Hanya Anda orang yang berani menggagalkan seluruh rencana politik pepo. Teruslah seperti itu, tobatkan pepo agar berhenti menggerogoti bangsa ini. Terima kasih, Gus!
Teriring doa dan salam Indonesiaku (Sumber: Seword.com)